Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan (PSASDL) Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah selesai melakukan kajian konektivitas sistem lindung dan budidaya gambut dalam rangka pengelolaan yang berkelanjutan. Kajian ini berlangsung selama empat belas hari yang dimulai sejak tanggal 25 Oktober 2020 hingga 9 November 2020, berlokasi di Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Tim yang diterjunkan ke lapangan terdiri dari sembilan orang yang berasal dari berbagai lintas disiplin ilmu untuk mengkaji aspek biofisik dan sosial masyarakat di lahan gambut. Terdapat tujuh kecamatan yang dikaji untuk mengumpulkan data tersebut. Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Sebangau Kuala, Kecamatan Kahayan Kuala, Kecamatan Maliku, Kecamatan Pandih Batu, Kecamatan Kahayan Hilir, Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau dan Kecamatan Sabangau yang terletak di Kota Palangka Raya. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas pertimbangan sembilan titik kedalaman gambut yang dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kajian ini.
Dr. Ir. Wahyu Wardhana, S.Hut, M.Sc., selaku ketua tim menjelaskan bahwa kajian ini dilakukan untuk menghasilkan output yang akan digunakan untuk mendukung pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), “Kami coba mengkaji konektivitas antara sistem lindung dan budidaya gambut agar mencapai treeshold, fungsi kawasan lindung tetap terjaga namun pada kawasan tertentu juga tetap dapat dibudidayakan,” terangnya. Lebih lanjut, kegiatan ini dilakukan untuk mengantisipasi krisis pangan dalam negeri, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19. Salah satu upaya dalam pemenuhan kebutuhan pangan alternatif tersebut yaitu dengan memanfaatkan ekosistem gambut untuk bercocok tanam.
Dari kajian ini, didapat temuan lapangan yaitu permasalahan biofisik yang nampak adalah adanya konversi hutan menjadi lahan budidaya, rendahnya muka air tanah, subsidensi, dan aktivitas penebangan kayu serta perburuan satwa liar. Sedangkan pada bidang sosial, ditemukan aktivitas pengolahan lahan tebas bakar, perusakan sekat kanal, produktivitas budidaya yang rendah serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mendekati kategori rendah. “Kajian ini mengusulkan mikrozonasi dalam tiga peruntukkan yakni zona lindung, zona penyangga, dan zona budidaya yang akan dihubungkan melalui koridor. Koridor ini berfungsi sebagai habitat tumbuhan dan satwa liar,” ungkap Dr. Ir. Wahyu Wardhana, S.Hut, M.Sc. Untuk menjalankan usulan tersebut, didapat tiga arahan strategi yakni pertama, perlindungan ekosistem gambut dengan pembasahan, rehabilitasi dan/atau restorasi, dan penetapan status koridor hutan; kedua, peningkatan perekonomian masyarakat dengan cara penguatan sistem budidaya dan teknologi produksi, dan penambahan ragam komoditas tanaman pangan dan pengolahan pasca panen; serta ketiga, penguatan kelembagaan masyarakat yang mendorong upaya perlindungan dan budidaya.